Jumat, 16 Oktober 2009

Asal Mula Desa Peradong

Asal Mula Desa Peradong


Masyarakat Peradong pada awalnya tinggal di daerah perbukitan dan pesisir pantai, kemudian mereka bercocok tanam di daerah tersebut.
Setelah sekian lama tinggal, mereka merasa butuh tempat untuk bermukim (menetap dalam sebuah perkampungan). Setelah dilakukan pertemuan untuk menentukan tempat bermukim, maka diutuslah salah seorang di antara mereka untuk menelusuri daerah tersebut dan mencari tempat yang cocok untuk dijadikan tempat bermukim. Kemudian ditemukanlah tempat tersebut, yaitu di kawasan dataran rendah dekat dari sungai yang kemudian sungai tersebut dinamakan dengan Sungai Pelangas. Dinamakan dengan Sungai Pelangas karena sumber aliran sungai tersebut berasal dari Gunung Pelangas, yang alirannya melewati Desa Berang hingga ke Desa Peradong. Dari Desa Peradong aliran sungai mengalir hingga ke pesisir pantai dan bertemu dengan air laut. Pertemuan antara air sungai dengan air laut tersebut disebut dengan ’muara’,[1] atau masyarakat setempat biasa mengenalnya dengan sebutan ’kuala’. Pantai tersebut kemudian dinamakan dengan Pantai Mesirak dan 200 meter berikutnya ada juga pantai yang dinamakan dengan Pantai Metibak. Kedua pantai ini bila ditelusuri menuju hingga ke Pantai Tanjung Ular yang berada di daerah Muntok kabupaten Bangka Barat.

Setelah itu mulailah penduduk melakukan penggarapan di tempat mukim (tempat tinggal) yang baru tersebut. Seperti diceritakan oleh Kek Jemat seorang tetua adat Desa Peradong (dikenal sebagai dukun kampung), bahwa “sewaktu penduduk tersebut mulai melakukan penggarapan tempat mukim yang baru tersebut, banyak kayu-kayu (pohon) besar yang harus ditebang”.[2] Kayu tersebut dikenal penduduk dengan sebutan kayeow Peradong yang besarnya sampai tige pelok (tiga pelukan orang dewasa). Untuk menebang kayu tersebut menurut tetua adat harus menggunakan/memberikan sesajen (sesembahan), berupa bubur puteh mirah[3] ditambah dengan pulot item[4] dan telok ayem butet.[5]

Inilah cikal bakal berdirinya Desa Peradong (Kapong Peradong). Mungkin dinamakan demikian karena banyaknya kayu Peradong yang besar-besar. Bahkan menurut Kek Jemat bahwa; ”Kapong Peradong ik adelah kapong yang paling dulok kalei ade di wilayah kita suwat ik (di Kecamatan Simpang Teritip, Kelapa, Jebus dan sekitar Muntok)”.[6] (Kampung Peradong ini adalah kampung–desa–dusun yang paling pertama kali ada di wilayah kita sekarang ini (di Kecamatan Simpang Teritip, Kelapa, Jebus, dan sekitar Muntok)).

Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan, memang benar Desa Peradong merupakan desa yang pertama kali, tetapi hanya di sekitar Kecamatan Simpang Teritip, khususnya di sekitar Desa Pangek, Air Nyatoh, dan Berang. Seperti diceritakan oleh Atok Pardi (dikenal masyarakat dengan panggilan Mang Pek) bahwa Desa Pangek, Air Nyatoh, dan Berang merupakan desa yang tanahya pemberian dari tanah milik Desa Peradong.[7] Hal ini juga dibenarkan oleh Nek Limah, bahwa seingat beliau yang sekarang telah berumur 90-an lebih tahun, Kampung Peradong sudah menjadi tempat tinggal masyarakat.[8] Menurut beliau, bahwa Kampung Peradong telah ada semasa penjajahan Belanda. Untuk keberadaannya tidak diketahui apakah Kampung Peradong telah ada sebelum penjajahan Belanda atau semasa penjajahan Belanda. Pada masa itu, untuk jabatan kepala desa masih menggunakan istilah Gegading.[9]



[1] Muara adalah tempat berakhirnya aliran sungai di laut, danau, atau sungai lain; sungai yang dekat dengan laut. Lihat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), cet. ketiga, hal. 593.

[2] Kutipan di atas adalah terjemahan bebas dari penulis. Wawancara dengan Kek Jemat, Desa Peradong di Ume (ladang)–nya, hari Sabtu tanggal 10 Januari 2009.

[3] Bubur yang warnanya harus putih dan merah, biasanya terbuat dari beras dicampur dengan santan Kelapa.

[4] Pulot/pulut (Jawa) adalah makanan yang terbuat dari beras ketan/pulut yang dimasak menggunakan santan Kelapa sebagai airnya. Untuk memasaknya seperti halnya memasak nasi biasa.

[5] Telok ayem butet adalah telur ayam yang tunggal.

[6] Wawancara dengan Kek Jemat, Desa Peradong di Ume (ladang)–nya, hari Sabtu tanggal 10 Januari 2009.

[7] Wawancara dengan Atok Pardi, di Desa Peradong, hari Sabtu tanggal 11 Juli 2009.

[8] Wawancara dengan Nek Limah, di Desa Peradong, hari Sabtu tanggal 11 Juli 2009.

[9] Gegading adalah jabatan tertinggi dalam pemerintahan desa yang dikenal sekarang dengan kepala desa. Nama-nama yang pernah menjabat sebagai gegading di Desa Peradong pada masa penjajahan Belanda hingga Jepang, seperti yang diceritakan oleh Atok Pardi (Wawancara, tanggal 11 Juli 2009) sebagai berikut; 1) Kek Manar, 2) Kek Bakri, 3) Bang Cit dari Muntok, 4) Bang Oemar dari Muntok, 5) Kek Jakfar dan 6) Kek Muen. Untuk masa jabatannya tidak diketahui.

وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلَوةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَـ شِعِينَ

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.

Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat,

kecuali bagi orang-orang yang khusyu',

(Al-Baqarah: 45)